Menyalati Jenazah, Tapi Tak Tahu Jenis Kelaminnya, Sahkah Shalatnya?
·
Seperti ini mungkin saja terjadi. Tatkala seorang
hendak menyalati jenazah, ia tidak tahu jenis kelamin jenazah yang hendak ia
shalatkan. Boleh jadi karena keadaan yang tidak memungkinkannya untuk
mengetahui jenis kelamin jenazah.
Apakah shalatnya sah? Lalu bagaimana dengan cara melafalkan doa untuk
jenazah yang ia shalati ?
Pembahasan ini berkaitan erat dengan permasalahan niat. Perlu kita ketahui
bahwa niat dalam melaksanakan shalat jenazah merupakan sebuah kewajiban, para
ulama sepakat akan hal ini (red. terlepas dari silang pendapat di kalangan
mereka mengenai status niat ini, apakah rukun ataukah syarat sah). Mereka
berdalil dengan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam,
إنما الاعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى
“Sesungguhnya amalan itu tergantung
niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan” (HR Bukhari &
Muslim)
Hanya saja mereka berselisih pendapat mengenai spesifikasi niat dalam
shalat jenazah. Apakah harus dispesifikasikan bahwa shalat ini untuk mayit
laki-laki, perempuan, atau balita, atau tidak perlu?
Ulama Malikiyyah berpendapat cukup bagi orang yang hendak menyolatkan
jenazah, meniatkan shalat untuk si mayit, tanpa harus menspesifikasikan niat.
Ulama mazhab Syafi’i juga berpendapat demikian. Adapun para ulama mazhab
Hanafi, mereka mewajibkan ta’yiinun niyyah (menspesifikasikan
niat) dalam shalat jenazah.
(Lihat: Al-Fiqhu ‘ala Madzahibi Al-Arba’ah, 1/182)
(Lihat: Al-Fiqhu ‘ala Madzahibi Al-Arba’ah, 1/182)
Pendapat yang paling kuat -allahu a’lam- dari pendapat di
atas adalah pendapat yang dipegang oleh malikiyyah dan syafi’iyyah yang
menyatakan bahwa tidak diharuskan ta’yiinun
niyyah (menspesifikasikan niat) dalam shalat jenazah. Jadi niat untuk shalat
jenazah saja sudah cukup. Sebagaimana dipaparkan oleh Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab beliau, Al-majmu’ Syarhul Muhadzzab, setelah beliau mengutarakan silang
pendapat di kalangan ulama mengenai masalah ini. Beliau menyatakan,
الصحيح: الاكتفاء بمطلق نية الفرض ولا يفتقر إلى تعيين الميت ، وأنه زيد أو
عمرو أو امرأة أو رجل ، بل يكفيه نية الصلاة على هذا الميت وإن كان مأموما ونوى
الصلاة على من يصلي عليه الإمام كفاه ، صرح به البغوي وغيره
“Yang benar adalah cukup dengan niat untuk melaksanakan kewajiban (kifaiyyah) secara umum saja. Tidak perlu menspesifikasikan niat pada mayit (yang
hendak ia shalatkan). Seperti seorang berniat, shalat saya ini untuk Zaid atau
Amr, laki-laki atau perempuan. Jadi cukup meniatkan shalat jenazah untuk mayit
yang bersangkutan. Bila ia sebagai makmum, kemudian ia berniat sebagaimana niat
imam (red. tanpa harus mencari tau niat sang imam) maka itu sudah mencukupi.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al-Baghawi dan yang lainnya. ”
Pendapat ini pula yang dipilih oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan Syaikh
Abdullah bin Jibrin -semoga Allah merahmati mereka berdua-.
Seseorang mengajukan sebuah pertanyaan kepada Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengenai hukum mengumumkan jenis kelamin
mayit yang hendak dishalatkan , lantas beliau menjawab, “Tidak mengapa
mengumumkan jenis kelamin mayit; apakah mayitnya laki-laki ataukah perempuan
sebelum pelaksanakan shalat untuk mayit tersebut, ini bila memang orang-orang
yang hendak menyolatkan tidak mengetahui jenis kelamin si mayit. Agar tatkala
mereka tahu bahwa mayitnya laki-laki, mereka pun mendoakan dengan doa untuk
mayit laki-laki . Bila mayitnya perempuan mereka mendoakan dengan doa untuk
mayit perempuan.
Namun bila tidak dilakukan (red. tidak mengumunkan jenis kelamin mayit
meskipun jamaah yang hendak menyolatkan tidak tahu), itu juga tidak mengapa.
Dan bagi mereka yang tidak mengetahui jenis kelamin mayit, cukup meniatkan
dengan niat orang-orang yang hadir dalam pelaksanaan shalat jenazah tersebut” (Majmu’ fatawa war rasaail Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, 17/103)
Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah juga menfatwakan,
“Telah dijelaskan (pada pertemuan sebelumnya) bahwa jika si mayit laki-laki,
maka dhamir (kata ganti pada doa untuk jenazah) menggunakan kata ganti
laki-laki pula. Bila mayitnya perempuan, maka kata ganti yang digunakan (dalam
doa) adalah kata ganti perempuan pula. Seperti ini,
اللهم اغفر لها وارحمها وعافها واعف عنها…
/Allahummagh fir laHA warhamHA wa ‘aa fiHA wa’ fu’anHA/
Artinya: “Ya Allah berilah ampunan kepadanya,
sayangilah ia, jagalah ia dan maafkanlah ia..”
Adapun doa untuk mayit laki-laki, seperti ini,
اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه…
/Allahummagh firlaHU war hamHU wa ‘aafiiHI wa’fu’anHU/
Artinya: “Ya Allah berilah ampunan kepadanya,
sayangilah ia, jagalah ia dan maafkanlah ia..”
Namun bila ia tidak mengetahui jenis kelamin si mayit, maka ia (cukup
berdoa) dengan menggunakan kata ganti ketiga laki-laki. Seandainya setelah itu
diketahui ternyata jenazahnya perempuan, itu tidak masalah.
Bila ia shalat bersama imam, maka boleh baginya untuk meniatkan sama dengan
niat Sang Imam. Tanpa harus mengetahui spesifikasi dari niat Sang Imam (pent.
Meski ia tidak mengetahui niat Imam, apakah ia shalat untuk jenazah laki-laki
ataukah perempuan)” (Sumber: http://www.ibn-jebreen.com/books/7-77–4305-.html)
Kesimpulannya adalah shalatnya tetap sah meski ia tidak mengetahui jenis
kelamin mayit yang hendak ia shalatkan. Adapun cara meniatkannya, ia mengikuti
niat Sang Imam bila shalat bersama imam. Atau ia meniatkan seperti niat
orang-orang yang hadir dalam shalat jenazah tersebut. Tanpa harus mencari tau
apa niat Sang Imam dan niat orang-orang yang hadir saat itu. Atau ia meniatkan
untuk shalat jenazah begitu saja, itu juga boleh. Adapun cara mendoakannya
adalah dengan menggunakan kata ganti laki-laki pada doa untuk mayit,
sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Abdullah bin Jibrin dalam fatwa beliau di
atas.
Allahu ta’ala a’lam bis shawab.
Derman, Sumbermulyo, 21 Agustus 2014
—
Penulis: Ahmad Anshori
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !